Medan-metrodeli
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Pendidikan (Disdik) harus melibatkan berbagai pihak yang memahami dunia pendidikan sebelum menerapkan kebijakan sekolah lima hari pada tahun ajaran 2025/2026.
Pengamat pendidikan di Sumut, Fauzan Ismail, menilai kebijakan tersebut tidak bisa hanya diputuskan secara top-down tanpa mendengarkan masukan dari pihak sekolah.
“Harus melibatkan beberapa pihak, khususnya sekolah atau orang-orang yang paham dengan sistem pendidikan,” ujarnya saat dimintai pendapat, Sabtu (7 Juni 2025.
Dosen di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) ini menegaskan, pihak sekolah adalah yang paling tahu tentang pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di lapangan. Oleh karena itu, kebijakan ini sebaiknya dibahas melalui dialog yang melibatkan seluruh pihak terkait.
“Yang menyelenggarakan kegiatan belajar itu pihak sekolah, dan Dinas Pendidikan Sumut bisa memfasilitasi diskusi, minimal melalui zoom meeting,” ujarnya.
Fauzan juga menekankan pentingnya mendengarkan aspirasi guru dan pendidik sebelum kebijakan diberlakukan.
“Jangan membuat kebijakan tanpa mendengar aspirasi di bawah,” katanya.
Meskipun secara umum ia mendukung kebijakan sekolah lima hari, Fauzan mengingatkan agar durasi belajar siswa tetap diperhatikan. Ia berharap agar jam belajar setiap hari tidak terlalu panjang, maksimal hingga pukul 14.00 WIB, supaya tidak memberatkan siswa.
“Kalau dibuat sampai sore, apa bedanya? Kan tujuan kebijakan ini untuk meringankan beban siswa. Sekarang saja beban siswa sudah cukup berat, walaupun tidak ada Ujian Nasional (UN) lagi,” ungkapnya.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa penambahan jam belajar setiap Senin hingga Jumat hanyalah pengganti jam belajar pada hari Sabtu, sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan.
“Banyak siswa yang setelah pulang sekolah masih mengikuti les atau bimbingan belajar, itu juga bagian dari beban siswa. Jika terlalu banyak beban, fokus belajar siswa bisa berkurang,” tuturnya.
Ia mengimbau agar sekolah memberi ruang bagi siswa untuk mengekspresikan diri guna mencegah kenakalan remaja seperti tawuran.
“Saya melihat banyak sekolah yang memberikan ekskul atau les tambahan yang justru terlalu berat. Kalau gelas terlalu banyak diisi air, kan tumpah. Intinya, pendidikan harus menjadi kebutuhan dan memberikan kenyamanan bagi siswa,” pungkasnya. (alhafiz-editor01)