Medan-metrodeli
Pentingnya Polri bersikap independen dan bebas dari intervensi politik.
Demikian salah satu masukan yang mengemuka dalam public hearing di Ruang Dewan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat 12 Desember 2025.
Komisi Percepatan Reformasi Polri Mahfud MD dan Ahmad Dofri menyerap berbagai aspirasi dari tokoh masyarakat, praktisi hukum, LSM, akademisi, dan mahasiswa di Sumatera Utara (Sumut).
“Kami banyak mendapat hal baru dan penguatan. Semua berharap polisi menjadi lebih baik. Dari 467.000 personel, yang bermasalah hanya oknum, karena masih ada sekitar 90 persen personel yang melayani masyarakat dengan baik,” ujar Mahfud.
Ia menyebutkan, aspirasi dari berbagai daerah hampir serupa. Keluhan masyarakat tentang Polri pun cenderung sama, menunjukkan adanya common sense di tengah publik.
Karena itu, percepatan reformasi akan dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam merumuskan kebijakan yang adil, transparan, inklusif, dan substantif.
Dekan Fakultas Hukum USU Mahmul Siregar menekankan pentingnya transformasi kultural dalam tubuh Polri.
Menurutnya, Polri perlu lebih mengedepankan budaya pelayanan, perlindungan, dan pengayoman. Ia juga menyarankan perbaikan pola rekrutmen melalui kerja sama dengan universitas, serta penguatan etika dan moralitas dalam pendidikan dan pengembangan karier.
Mahmul turut menekankan perlunya pengawasan internal dan eksternal yang melibatkan masyarakat. “Polri harus menyiapkan sistem yang bisa diakses publik, termasuk SOP mengenai hak-hak masyarakat dan standar pelayanan di institusi Polri,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Sumut Soekirman juga menyampaikan sejumlah usulan, mulai dari penegasan netralitas Polri hingga pembaruan kurikulum pendidikan Polri. Ia menilai Polri harus lebih dominan sebagai pengayom, bukan sekadar aparat keamanan.
“Polisi sering dijadikan alat politik. Kami ingin Polri netral dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat, terutama petani, buruh, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya,” tegasnya.(alhafiz-editor01)













