Medan-metrodeli
Kritik keras terhadap implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) di sekolah, khususnya yang melibatkan kegiatan dengan biaya tinggi seperti studi tur dan praktik renang, mendapat tanggapan dari akademisi.
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Yulhasni setuju banyak praktik PjBL saat ini telah bergeser dari tujuan awalnya yaitu edukasi bermakna, menjadi sekadar beban tambahan bagi siswa dan orangtua.
Ia menekankan PjBL seharusnya fokus pada integrasi kurikulum dan pengembangan keterampilan, bukan pada kegiatan yang sarat dengan transaksi komersial atau pungutan biaya wajib yang tidak transparan.
Menurutnya, pemaksaan biaya, terutama pada praktik renang, bisa menimbulkan kecurigaan praktik “pungli” yang merusak citra pendidikan dan melanggar prinsip keadilan akses bagi semua siswa.
Yulhasni menambahkan bahwa evaluasi mendalam terhadap substansi PjBL sangat diperlukan.
Kegiatan seperti studi tur sering kali kehilangan nilai edukatifnya karena kurangnya keterkaitan yang jelas dengan materi pelajaran, dan hanya berakhir sebagai wisata tanpa tujuan pembelajaran terukur, yang berpotensi mengganggu fokus akademik siswa.
“Model PjBL yang baik harusnya menggunakan sumber daya yang sudah ada atau yang terjangkau. Jika sebuah proyek memicu risiko keselamatan dan membebani finansial secara signifikan, sekolah harus mencari alternatif yang lebih inklusif dan aman,” tegas Yulhasni.
Ia mendesak sekolah dan dinas pendidikan untuk mengedepankan akuntabilitas dan memastikan bahwa setiap proyek benar-benar memperkuat pemahaman siswa, bukan sekadar menggugurkan kewajiban kurikulum dengan kegiatan yang mahal dan berisiko.(alhafiz-editor01)
















