Batubara-metrodeli
Kasus korupsi Software di Dinas Pendidikan Kabupaten Batubara tahun anggaran 2021 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1,8 Milyar terus bergulir, Selasa (18/2).
Kepala Kejaksaan Negeri Batubara Diky Oktavia melalui Kasi Intel Kejari Batubara Opon Siregar dikonfirmasi Analisa, Selasa (18/2) menjelaskan saat ini kasus korupsi software di Dinas Pendidikan Kabupaten Batubara tahun anggaran 2021 yang telah merugikan negara sebesar Rp 1,8 milyar sudah masuk ke tahap pelimpahan kepengadilan.
Kasus ini akan terus bergulir, tersangkanya juga sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena tidak koperatif dan sudah beberapa kali mangkir.
Saat disinggung apakah kasus ini melibatkan Kepala Dinas Pendidikan saat itu berinisial IS, Kasi Intel Kejari Batubara menambahkan, melihat perkembangan kasus ini, tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru,” ujar Kasi Intel Kejari Batubara.
Sebelumnya Kejari Batubara telah menetapkan Wakil Direktur CV RAK berinisial MSM sebagai tersangka dalam kasus pengadaan software di Dinas Pendidikan Kabupaten Batubara.
Kepala Kejari Batubara, Diki Oktavia, didampingi Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Deby Rinaldi, menjelaskan bahwa CV. RAK menjadi pemenang tender pengadaan software perpustakaan digital dan media pembelajaran tingkat SD dan SMP senilai Rp2,1 miliar melalui APBD Perubahan Tahun Anggaran 2021. Namun, proyek tersebut tidak sesuai kontrak.
Menurut Kejari, CV. RAK tidak mengembangkan software baru sebagaimana tertera dalam kontrak. Proyek tersebut dilaksanakan oleh pihak ketiga, PT. LE Digital, yang hanya mengganti logo, warna, dan nama software yang sebelumnya sudah dipasarkan sejak Januari 2021.
Ironisnya, software tersebut hanya berupa CD berisi program perpustakaan digital, dilengkapi username dan password, serta satu kaos bertuliskan “Literasia” untuk masing-masing sekolah penerima. Sebanyak 246 sekolah dari total 284 yang tercantum dalam kontrak menerima paket ini dalam sebuah acara di Hotel Singapore Land pada 24 September 2022.
Fakta lain mengungkap bahwa software yang sama sebelumnya telah dijual kepada berbagai sekolah di Sumatera Utara dan Aceh dengan harga jauh lebih rendah, yakni Rp10 juta hingga Rp50 juta per sekolah. Namun, dalam proyek ini, anggaran membengkak hingga Rp2,1 miliar, dengan klaim pengeluaran CV. RAK sebesar Rp597 juta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kajari Diki Oktavia menegaskan bahwa MSM tidak kooperatif selama proses penyelidikan. “Tersangka sudah dipanggil enam hingga tujuh kali tetapi tidak pernah hadir. Kami akan segera melakukan panggilan paksa atau memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO),” tegasnya.
Tersangka MSM, warga Jalan Karya Kasih, Perumahan Mitra Duta No. 8, Medan Johor, dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Meski telah digelontorkan anggaran besar, faktanya aplikasi ini tidak digunakan oleh sekolah-sekolah penerima. “Kasus ini mencerminkan pengelolaan anggaran yang tidak bertanggung jawab. Kami berkomitmen untuk mengusut tuntas dan menyeret semua pihak terkait ke pengadilan,” ujar Kejari.(gibran-editor01)